Rabu, 21 April 2010

Metode/Langkah-langkah Pengorganisasian

Dalam proses pengorganisasian agar tujuan bersama dapat dicapai secara efektif, perlu menetapkan langkah-langkah tertentu sebagai petunjuk arah pelaksanaan kegiatan organisasi. 
Untuk ini pertama, melakukan perencanaan, yaitu langkah awal penentuan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan ke dalam bagian-bagian spesialitas unit kerja. Dalam perencanaan pembagian kerja dimaksudkan untuk menentukan apa yang hendak dikerjakan, sehingga anggota-anggota unit kerja secara dini dapat mempersiapkan langkah-langkah pasti yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Konntz dan O’donnel (M.Manullang, Dasar-dasar manajemen, 1985), bahwa perencanaan merupakan fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan dari berbagai alternatif dari pada tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan program-program. Jadi perencanaan merupakan langkah pembimbingan sebagai bahan untuk mengerjakan serangkaian tindakan. Dalam suatu perencanaan memuat beberapa sub langkah, yaitu:
  1. Perincian dan penjelasan kegiatan yang diperlukan dalam proses kerja pencapaian tujuan organisasi;
  2. Menetapkan alasan-alasan kegiatan dan relevansinya dengan tujuan yang hendak dicapai;
  3. Menetapkan lokasi, dan bahan-bahan perlengkapan kerja untuk menunjang percepatan dan kualitas kerja agar tujuan dapat dicapai secara efektif;
  4. Menetapkan standar waktu pekerjaan agar dapat diselesaikan tepat waktu;
  5. Menetapkan bidang spesialisasi dan pengalaman kerja para anggota organisasi;
  6. Penjelasan tentang teknis pelaksanaan pekerjaan.
Pada akhirnya perencanaan harus dibuat cukup luas yang mencakup semua tindakan yang diperlukan, sehingga dengan demikian koordinasi dari aktivitas-aktivitas unit kerja dapat terjamin dan terhindar dari hambatan-hambatan secara teknis. Seluruh 3 perencanaan ditujukan agar anggota organisasi memperoleh gambaran yang jelas tentang pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga usaha pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif. 
Kedua, dilakukan penetapan tujuan organisasi, yaitu kepastian tujuan yang digariskan secara realistis, sehingga dapat mempermudah anggota organisasi untuk memahami pekerjaan sesuai dengan spesialisasi kehaliannya. Langkah ini dimaksudkan agar anggota kelompok dapat lebih dinamis dan kreatif dalam menjalankan tugas-tugas yang memang telah menjadi tanggungjawabnya, tanpa ada unsur paksaan.
Untuk memudahkan penetapan tujuan organisasi dan terhindar dari berbagai kesulitan, terutama mencari keseimbangan beban kerja, keahlian dan idealisme harapan-harapan organisasi, maka perlu kemampuan untuk memilih tujuan yang mendasar dari tujuan-tujuan yang ada. Tujuan yang merupakan tujuan pokok yang benar-benar berkaitan erat dengan pangkal tolak kelangsungan hidup suatu organisasi.

Menurut C.Perrow (Abdul Syani, Manajemen Organisasi, 1987), ada lima klasifikasi tujuan yang harus ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi, yaitu:
  1. Tujuan kemasyarakatan (Societal goals), artinya penetapan tujuan mengutamakan kepentingan masyarakat pada umumnya;
  2. Tujuan keluaran (Output goals). Penetapan tujuan ini diarahkan pada jenis kehidupan tertentu dalam bentuk berbagai fungsi konsumen, seperti barangbarang konsumen, jasa-jasa bisnis, pemeliharaan kesehatan, pendidikan dan sebagainya;
  3. Tujuan sistem (System goals), yaitu penetapan tujuan diarahkan pada pelaksanaan fungsi organisasi, tidak tergantung pada barang atau jasa yang diproduksi atau tujuan yang ditetapkan semula. Penekanannya pada pertumbuhan, stabilitas, laba atau cara-cara pelaksanaan fungsi;
  4. Tujuan produksi (Product goals), yaitu penetapan tujuan ditekankan pada kualitas atau kuantitas, gaya, ketersediaan, kekhususaan, kenekaragaman, atau pembaharuan produksi.
  5. Tujuan turunan (Derived goals), yaitu penetapan tujuan untuk meletakkan kekuasaaannya di dalam usaha pencapian tujuan-tujuan yang lain, misalnya politik, pelayanan masyarakat, pengembangan keryawan, kebijaksanaankebijaksanaan, dan investasi yang mempengaruh ekonomi dan perkembangan masyarakat.
Bertolak dari gagasan sebagaimana dikemukakan Perrow, pada dasarnya secara umum menekankan pada fungsi sistem, dan tujuan-tujuan organisasi merupakan dasar gerak dari setiap anggota organisasi itu sendiri. Oleh sebab itu tujuan yang harus ditetapkan adalah tujuan-tujuan yang relatif lebih besar dapat memberikan motivasi para anggota untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Dalam upaya menciptakan suatu tujuan hendaknya berdasarkan pada kualitas partisipasi dari setiap anggota organisasi. Dengan demikian para anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaanya dapat lebih konsekuen dan konsentrasi penuh secara sukarela. Menurut Sukanto Reksohadiprodjo (1984), bahwa cara pengambilan keputusan untuk menentukan tujuan organisasi ini harus memperhatikan nilai-nilai yang dapat mengkoordinasi, mengintegrasikan, dan mensinkronisasikan/menyelaraskan bekerjanya sistem organisasi. Tujuannya adalah agar terhindar dari timbulnya kemungkinan-kemungkinan yang bersifat darurat. Sebaliknya dapat memperlancar delegasi kekuasaan dan membantu upaya pengawasan yang lebih teliti.

Ketiga, mencatat kekuatan dan kelemahan metode penetapan tujuan organisasi sebagai acuan koreksi penentuan langkah-langkah penetapan tujuan berikutnya. Langkah ini merupakan potensi manajerial dalam rangka menjamin kelangsungan upaya peningkatan efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Kekuatan dan kelemahan yang perlu diperhitungkan adalah kemampuan keuangan, keahlian tenaga kerja, bahan dan alat-alat, dan sebagainya. Di samping itu juga perlu memperhatikan kelemahan-kelemahan mana yang dapat menghambat usaha pencapaian tujuan, sehingga hal itu dapat dikoreksi dan diatasi sejak dini.

Keempat, merumuskan tujuan organisasi, yaitu usaha pembauran atau penghimpunan terhadap berbagai tujuan, baik yang bersifat pribadi, kelompok maupun yang bersifat kepentingan umum. Untuk merumuskan tujuan ini perlu mempertimbangkan berbagai kekuatan yang ada dan yang terlibat dalam operasi suatu organisasi. Hal ini diharapkan agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan berbagai pihak. Dalam perumusan tujuan ini perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Melibatkan individu-individu yang bertanggungjawab telah ditetapkan secara operasional dalam perumusan tujuan organisasian;
  2. Manajer puncak ditetapkan sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam pendelegasian tugas kepada tingkatan yang paling bawah sehubungan dengan operasi pencapaian tujuan organisasi;
  3. Tujuan harus realistik dan diselaraskan dengan lingkungan, baik internal maupun eksternal, baik sekarang maupun yang akan datang;
  4. Tujuan harus jelas, beralasan dan bersifat menantang para anggota organisasi;
  5. Tujuan-tujuan umum hendaknya dinyatakan secara sederhana agar mudah dipahami dan diingat oleh para pelaksana operasional;
  6. Tujuan bidang fungsional organisasi harus konsisten dengan tujuan umum;
  7. Manajer harus selalu meninjau kembali tujuan yang telah ditetapkan, dan bila perlu mengubah dan memperbaikinya sesuai dengan perkembangan tuntutan lingkungan.

Jika ketentuan-ketentuan di atas dapat dipedomani dalam perumusan tujuan organisasi, maka diharapkan efektivitas kerja dapat ditingkatkan, lebih jelas dan dapat memberikan hasil yang memuaskan sebagian besar anggota organisasi.

Kelima, pembagian kerja, yaitu suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja bersama dari para anggota suatu organisasi. Menurut Sri Sujati Kadarisman (1981), bahwa pembangian kerja dalam suatu organisasi adalah mutlak, agar tidak terjadi crossing, doubleres, dan overlapping, sehingga nampak jelas batasan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi efektivitas penyelenggaraan kerja, terutama dalam memberikan jaminan terhadap stabilitas, kelancaran dan efisiensi kerja. Untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan kerja ini tentu memerlukan manajer yang mumpuni dan berpengalaman dalam bidangnya. Para manajer yang perlu dipersiapkan adalah orang-orang yang memiliki kesanggupan dan mampu memotivasi serta mengendalikan para pekerjanya, sehingga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena pentingnya pelaksanaan pembagian kerja dalam operasi dan upaya menjamin kelangsungan hidup suatu organisasi, maka perlu dilakukan secara seksama dengan penuh pertimbangan. Dengan demikian dalam pembagian kerja hendaknya harus ada penyesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaan yang akan ditangani, di samping harus disertai oleh prosedur dan disiplin kerja yang mudah dicerna dan dipahami oleh para pekerja yang bersangkutan. Orang-orang yang bekerja itu harus didorong untuk dapat memberikan sumbangan secara efektif kepada cita-cita suatu organisasi melalui peran-peran mereka.

Keenam, pendelegasian wewenang, yaitu suatu proses pembagian tugas/kerja, pengelompokan tugas/kerja seorang manajer sedemikian rupa, sehingga ia hanya mengerjakan sebagian kecil saja pekerjaan yang tidak dapat diserahkan pada bawahannya. Sedangkan sebagian besar pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sesuai dengan bidang bawahannya dapat diserahkan untuk dilaksanakan dengan pemberian
tanggungjawab sepenuhnya. Dengan pendelegasian wewenang ini, berarti para bawahannya mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas-tugas yang diterima dari atasannya. Pada prinsipnya dilakukan pendelegasian wewenang ini oleh karena keterbatasan kemampuan manajer untuk melaksanakan seluruh tugas-tugasnya yang berhubungan dengan kepentingan suatu organisasi. Di samping itu karena pada waktuwaktu tertentu seorang manajer harus meninggalkan tugasnya, mungkin tugas luar atau ada urusan-urusan penting lainnya, sehingga ia harus mendelegasikan wewenangnya kepada bawahannya agar organisasi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Malayu SP.Hasibuan (1985) menjelaskan bahwa seorang manajer mendelegasikan wewenangnya karena:
  • Seorang manajer menghadapi lebih banyak pekerjaan melebihi keadaan normal kemampuan seseorang;
  • Mendelegasikan wewenang/kekuasaan merupakan langkah penting untuk mengembangkan para bawahan;
  • Kelancaran organisasi diperlukan (perusahaan), apabila seorang manajer berhalangan, tugas-tugasnya dapat dilakukan oleh orang lain;
  • Mendelegasikan wewenang adalah anak kunci dari organisasi.

Sedangkan M.Manullang (1985), mengatakan bahwa salah satu prinsip pokok dalam
suatu organisasi adalah pelimpahan wewenang. Wewenang merupakan hak seseoranguntuk mengambil tindakan yang perlu agar tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Wewenang itu sendiri terdiri dari berbagai aspek, yaitu wewenang pengambilan keputusan, wewenang menggunakan sumber daya, wewenang memerintahkan, wewenang memakai batas waktu tertentu, dan lain sebagainya. Hal ini ditegaskan oleh Konntz dan O’donnel (Abdul Syani, Manajemen Organisasi, 1987), bahwa kepemimpinan seorang dapat dikatakan efektif, apabila ia mempunyai kemampuan untuk melakukan pendelegasian wewenang secara tepat. Dalam pendelegasian wewenang seorang manajer kepada bawahannya bukanlah hak mutlak, akan tetapi sebagian besar tanggungjawab masih ada pada pihak pemberi wewenang. Seorang manajer sebagai pemberi wewenang tetap bertanggungjawab dan berkewajiban untuk memperhatikan serta mengawasi pelaksanaan pekerjaan para bawahannya, terutama dalam hal menilai pelaksanaan tugas yang didelegasikan itu.

Ketujuh, rentang pengawasan (span of supervision/span of authority), yaitu hubungan pengawasan yang dilakukan oleh seorang manajer sebagai atasan terhadap sejumlah bawahannya. Hal ini berhubungan dengan batas jangkauan pengawasan seorang manajer terhadap sejumlah bawahannya dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur organisasi. Rentang pengawasan berkaitan dengan batas jumlah bawahan yang dapat diawasi secara efektif oleh seorang manajer. Semakin besar jumlah rentang pengawasan yang ditangani oleh seorang manajer, maka semakin kecil efektivitas koordinasi yang dapat dilakukan terhadap bawahannya. Semakin besar jumlah bawahannya, maka semakin sulit seorang manajer untuk melakukan pengawasan secara cermat dan efektif. Untuk mempermudah seorang manajer untuk mengawasi seluruh bawahannya, maka ia perlu melakukan pendelegasian wewenang terhadap bawahannya yang dianggap mampu untuk membantunya dalam proses pengawasan tersebut.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode/langkah-langkah pengorganisasian dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif adalah sebagai berikut:
  1. Melakukan perencanaan, yaitu langkah awal penentuan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan ke dalam bagian-bagian spesialitas unit kerja.
  2. Penetapan tujuan organisasi, yaitu kepastian tujuan yang digariskan secara realistis, sehingga dapat mempermudah anggota organisasi untuk memahami pekerjaan sesuai dengan spesialisasi kehaliannya.
  3. Mencatat kekuatan dan kelemahan metode penetapan tujuan organisasi sebagai acuan koreksi penentuan langkah-langkah penetapan tujuan berikutnya. Langkah ini merupakan potensi manajerial dalam rangka menjamin kelangsungan upaya peningkatan efektifitas pencapaian tujuan organisasi.
  4. Merumuskan tujuan organisasi, yaitu usaha pembauran atau penghimpunan terhadap berbagai tujuan, baik yang bersifat pribadi, kelompok maupun yang bersifat kepentingan umum. Untuk merumuskan tujuan ini perlu mempertimbangkan berbagai kekuatan yang ada dan yang terlibat dalam operasi suatu organisasi.
  5. Pembagian kerja, yaitu suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja bersama dari para anggota suatu organisasi. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi efektivitas penyelenggaraan kerja, terutama dalam memberikan jaminan terhadap stabilitas, kelancaran dan efisiensi kerja.
  6. Pendelegasian wewenang, yaitu suatu proses pembagian tugas/kerja, pengelompokan tugas/kerja seorang manajer sedemikian rupa, sehingga ia hanya mengerjakan sebagian kecil saja pekerjaan yang tidak dapat diserahkan pada bawahannya. Dengan pendelegasian wewenang ini, berarti para bawahannya mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas-tugas yang diterima dari atasannya.
  7. Rentang pengawasan (span of supervision/span of authority), yaitu hubungan pengawasan yang dilakukan oleh seorang manajer sebagai atasan terhadap sejumlah bawahannya. Hal ini berhubungan dengan batas jangkauan pengawasan seorang manajer terhadap sejumlah bawahannya dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Syani, 1987. Manajemen Organisasi. Penerbit: PT. Bina Aksara, Jakarta.
M. Manullang, 1985. Dasar-dasar Manajemen. Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta.
Malayu SP. Hasibuan, 1985. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Penerbit:
PT. Gunung Agung, Jakarta.
Sri Sujati Kadarisman, 1981. Dasar-dasar Manajemen. Penerbit: Armico, Bandung.

Tidak ada komentar: